PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai banyak keragaman ikan di perairan umum, tercatat
973 jenis ikan mendiami perairan umum. Keragaman jenis ikan tersebut merupakan
harta alam yang tidak ternilai, khususnya bagi ilmu pengetahuan. Selain itu,
sumber protein hewani murah, khususnya bagi masyarakat di pedalaman, sebagai
salah satu sumber mata pencaharian dan pendapatan, baik masyarakat daerah, dan
nasional, serta sebagai budaya bagi masyarakat tertentu.
Salah satu penghuni perairan umum adalah ikan belida (Notopterus Chitala). Bagi masyarakat
Sumatera Selatan, ikan belida sudah tidak asing lagi. Ikan tersebut merupakan
salah satu bahan baku utama makanan khas daerah mereka seperti empek-empek,
kerupuk, dan kemplang. Orang dikatakan belum ke Palembang kalau belum mencicipi
makanan khas tersebut.
DISKRIPSI IKAN BELIDA
Secara taksonomi, ikan belida dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub-Kelas : Teleostei
Ordo : Isospondyli
Family : Notopteridae
Genus : Notopterus
Spesies : Notopterus
Chitala
Di setiap daerah, ikan belida mempunyai nama spesifik, yaitu belido
(Sumatera Selatan dan Jambi), belida (Kalimantan Barat) dan ikan pipih
(Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah). Nama dagang ikan belida adalah knife fishes. Ikan belida ini dapat
tumbuh hingga mencapai 87,5 cm. Di Sumatera Selatan (sungai Lempuing), ikan
belida berukuran 83 cm dengan bobot 6 kg pernah ditemui (Adjie & Utomo,
1994).
Ikan belida menghuni perairan sungai dan rawa banjiran di bagian tengah
dari daerah aliran sungai (DAS). Pengamatan
DAS Musi menunjukkan
bahwa ikan belida banyak ditemui di sungai yang banyak
terdapat rantingatau kayu dan diperairan rawa banjiran yang berhutan. Tempat
tersebut merupakan habitat ikan belida untuk menjalankan siklus kehidupannya,
mulai mematangkan gonad, memijah, merawat telur, merawat anakan hingga tumbuh
besar menjadi induk. Habitat pemijahan induk ikan belida yaitu bagian perairan
yang mempunyai kedalaman dari 1,5-2 m. Selama musim kemarau, ikan belida
menghuni anak sungai dan ia akan menyebar ke perairan sekitarnya (rawa banjiran
dan persawahan) selama musim penghujan.
Ikan belida mempunyai bentuk badan pipih. Pola pertumbuhannya mengikuti
alometrik. Ikan belida betina lebih gemuk dari pada ikan jantan. Untuk mencapai
pertumbuhan tersebut, ikan belida menyantap ikan sebagai menu utamanya dan
udang serta serangga air sebagai menu pelengkanya, sehingga ikan belida dapat
dikategorikan ke dalam ikan buas (karnivora).
Menurut Adjie & Utomo (1994), ikan belida berukuran lebih dari 50
cm sudah memasuki usia dewasa dan diduga berusia lebih dari 3 (tiga)
tahun. Selanjutnya jumlah telur pada
ikan belida ukuran 81-83 cm dengan bobot 4-6 kg per ekor adalah sekitar 1.194 –
8.320 butir. Pengamatan Adjie et al.
(1999) di Sungai
Batanghari dari bulan Mei – November menunjukkan bahwa ikan belida
berukuran 70 – 93 cm dengan bobot 1,9 – 7,0 kg per ekor telah mempunyai telur,
namun diameternya bervariasi dari 0,15 – 3,55 mm. Smith (1945) melaporkan bahwa tidak semua
telur ikan belida dikeluarkan pada saat memijah. Menurut Adjie et al. (1999)
mengemukakan bahwa puncak musim pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Juli
(musim kemarau). Nelayan memancing pada musim kemarau dengan menggunakan
pancing, empang arat, jaring insang, serta jaring insang khusus dipasang
mendatar di permukaan air.
Dari data produksi secara umum yang diambil dari Statistik Perikanan
Indonesia selama 10 tahun (1989 – 1998) Anonim, 2000. secara umum terlihat
bahwa produksi ikan belida dicapai pada tahun 1991. setelah itu produksinya
cenderung menurun hingga tahun 1995 dan kemudian stabil hingga tahun 1998.
penurunan produksi ikan belida tersebut menunjukkan bahwa populasi ikan
tersebut sudah terancam kelestariannya. Di Sumatera ikan belida sudah mulai
sulit didapat sejak 1995 dan banyak tertangkap di Sumatera Selatan. Sedangkan
menurut survei plasma nutfah ikan di DAS Batanghari mengemukakan bahwa ikan
belida sudah termasuk jenis ikan yang terancam kelestariannya.
FAKTOR - FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA
1. Peningkatan Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan
belida di perairan umum terkait dengan peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan
pasar ikan belida terus meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan
tidak terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong peningkatan
jumlah nelayan dan alat tangkap yang di operasikan untuk menangkap ikan belida.
Laju peningkatan mortalitas ikan belida dialam oleh penangkapan jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan laju pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut
dialam sehingga populasi ikan belida cepat berkurang.
2. Penangkapan Induk Ikan Belida
Sungguhpun penangkapan ikan
belida menggunakan alat tangkap sederhana, tetap akan terancam populasinya
karena ukuran ikan yang ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon
induk. Induk belida dengan bobot 6 kg
mengandung telur sebanyak 8.320 butir (Adjie & Utomo, 1994). Jika kita
gunakan asumsi bahwa sekitar 1 % dari total telur (fekunditas) ikan belida
dengan bobot 6 kg berhasil kembali menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di
alam adalah sekitar 80 ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu
ekor induk belida akan mengurangi
jumlahikan sebanyak 80 ekor yang mempunyai potensi telur sekitar 640.000
butir.
3. Pengoperasian Alat Tangkap Terlarang dan Tidak Ramah Lingkungan
Saat ini, alat tangkap
racun sudah meluas digunakan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar
perairan, setiap saat. Ditambah lagi
dengan penggunaan alat tangkap listrik yang menyebabkan kematian ikan secara
massal. Di Sumatera Selatan, nelayan juga mengoperasikan jenis alat tangkap
tuguk yang di pasang melintang di sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak
ramah lingkungan karena prinsip kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang
sangat tidak selektif.
4. Peningkatan Tekanan Ekologis oleh Limbah
Sudah menjadi tradisi bahwa
sungai merupakan tempat pembuangan limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya
semakin tinggi. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), DAS Musi sebagai
tempat hidup ikan belida dapat digolongkan ke dalam perairan yang mempunyai
tekanan ekologis tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Kalimantan (DAS
Kapuas). Penurunan kualitas perairan
akibat limbah dapat mengganggu siklus hidup ikan belida.
5. Pembukaan Lahan dan Pembangunan Infrastruktur
Pembukaan lahan dan
pembangunan infrastruktur seperti jalan raya menjadi sumber gangguan
siklus kehidupan ikan, termasuk belida.
Selama musim hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan tingkat
kekeruhan perairan dan pendangkalan perairan. Kekeruhan yang tinggi akan
mengganggu proses sintesis fitoplankton dan selanjutnya mempengaruhi struktur
komunitas di atasnya, khususnya larva dan ikan kecil yang menggantungkan
hidupnya pada plankton. Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida
untuk mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu kestabilan
ekosistem suatu perairan.
6. Proses Penuaan Alami
Proses penuaan tidak bisa
dielakkan lagi. Hanya makhluk hidup yang kuat saja yang mampu bertahan hidup.
Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), perubahan kondisi lingkungan perairan
dan penangkapan ikan yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan. Perusakan
habitat sangat berbahaya terutama bagi jenis yang hidup endemik yang dapat
mengakibatkan kepunahan jenis ikan tersebut. Oleh karena itu kita harus berbuat
agar anak cucu kita masih dapat menikmati rasa dan keindahan ikan belida, khususnya
bagi masyarakat di Sumatera Selatan.
TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUNAHAN
IKAN BELIDA
Di Sumatera Selatan dan Jambi fakta menunjukkan bahwa secara umum ikan
belida sudah terancam kepunahan populasinya. Untuk mencegah kepunahan jenis
ikan tersebut, maka perlu membuat suatu keseimbangan antara kematian akibat
penangkapan dan proses alami dengan rekrutmen sediaan ikan tersebut. Diantara
cara mencegah kepunahan ikan belida tersebut adalah :
v Mendirikan suaka perikanan
v Domestikasi
v Penebaran kembali, dan
v Pengembangan budidaya
menjadi alternatif pencegahan kepunahan yang strategis
Suaka perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting dalam
tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Suaka perikanan tersebut akan menajdi
peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal.
Domestikasi adalaj upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat
tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai dengan keinginan mereka.
Proses domestikasi dapat dimulai pemeliharaan ikan belida ukuran kecil (benih)
atau besar yang
ditangkap dari alam
dalam wadah budidaya. Ikan tersebut diberi pakan secara teratur sehingga
matang kelamin dan dipijahkan secara terkontrol.
Keberhasilan domestikasi ikan belida akan mendorong pengembangan budidaya
yang dapat mengurangi tekanan penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan
dapat ditebar kembali ke perairan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Riset
kelautan dan Perikanan (2002). Warta Penelitian Perikanan Indonesia.
Yayan
dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Belida Sehat Produksi
Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan,
Bogor