Jumat, 30 November 2018

PENETASAN TELUR PATIN


 Hasil gambar untuk penetasan telur patin di akuarium
A.       Pendahuluan
Penetesan telur ikan patin merupakan tahapan dari pemijahan. Telur patin yang sudah dicampur dengan sperma kemudian ditetaskan. Masa penetasan telur dikenanal dengan masa inkubator telur.

B.       Bahan dan Alat  
Ø  Telur ikan patin yang siap ditetaskan
Ø  Aquarium dan aerasi
Ø  Corong penetas atemia
Ø  Artemia

C.      Proses Penetesan
1.      Siapkan bahan dan alat yang sudah ditentukan
2.      Masukan telur yang sudah diaduk dengan sperma kedalam aquarium
3.      Bersamaan dengan memasukan telur, aduk aduk dengan tangan telur yang menumpuk didasar aquarium.
4.      Aerasi dengan sempurna
5.      Ukur suhu penetasan agar tetap pada kisaran suhu 20 -31 0C.
6.      Telur akan menetas dalam kurun waktu 36-48 jam.

SUMBER:

http://www.alamikan.com/2014/05/cara-pembenihan-ikan-patin.html


Kamis, 22 November 2018

IKAN KERING


PENDAHULUAN
Ikan kering merupakan produk ikan yang paling mudah pembuatannya. Jeroan dan sisik ikan dibuang, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Ikan berukuran kecil bisa langsung dikeringkan.
Ikan kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan ikan segar. Terjadinya oksidasi lemak menyebabkan ikan kering mempunyai aroma yang khas.

BAHAN: Ikan

PERALATAN
1)    Pisau. Alat ini digunakan untuk membuang sisik dan jeroan, serta untuk membelah ikan yang berukuran besar. Pisau  yang digunakan hendaknya tajam, tipis dan terbuat dari logam stainless steel.
2)    Sikat ikan. Alat ini digunakan untuk menyikat sisik sehingga lepas dari kulit ikan.
3)    Talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris ikan.
4)    Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan daging. Pengering dapat berupa alat penjemur sederhana atau berupa alat pengering yang berbahan bakar (minyak, kayu bakar, atau arang) bertenaga listrik atau bertenaga cahaya matahari.

CARA PEMBUATAN
1) Proses Pendahuluan
a.   Proses pendahuluan dilakukan terhadap ikan berukuran sedang dan besar. Ikan berukuran kecil atau teri (panjang kurang dari 10 cm) tidak memerlukan proses pendahuluan. Ikan hanya perlu dicuci (jika kotor), kemudian dapat langsung dikeringkan.
b.  Ikan berukuran sedang dan besar (panjang lebih dari 15 cm) perlu diberi proses pendahuluan, yaitu penyiangan, pembelahan, dan filleting.

2) Penyiangan
a.     Mula-mula sisik disikat dari ekor mengarah ke kepala dengan sikat ikan tanpa melukai dagingnya. Kemudian dicuci, dan sisik yang tertinggal dibuang
b.    Bagian di bawah insang dipotong tanpa menyebabkan kepala ikan terpotong.
c.     Kemudian perut ikan dibelah dari anus ke arah insang tanpa melukai jeroannya.
d.    Perut yang sudah terbelah dibuka. Jeroan dan insang dibuang.
e.    Bagian dalam perut disikat dengan ujung pisau untuk membuang sisa-sisa darah.
f.      Setelah itu, ikan dicuci sampai bersih.

3) Pembelahan
Ikan yang dikeringkan sebaiknya dibelah agar permukaan menjadi luas sehinga waktu pengeringan lebih singkat.

a.  Ikan ukuran sedang. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahan dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong.
b.    Ikan ukuran besar
§ Mula-mula ikan dibelah pada baian perut. Pembelahan dimulai dari bagian bawah insang ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terbelah.
§ Setelah itu ikan dibalik. Ikan dibelah pada bagian perut. Pembelahan dimulai dari kepala ke arah ekor tanpa menyebabkan bagian punggung terpotong. Dengan demikian terdapat dua belahan, dan permukaan ikan semakin luas, dan ikan semakin tipis. Hal ini memungkinkan ikan lebih cepat kering.
4) Filleting
Filleting adalah penyayatan daging rusuk secara membujur sehingga menghasilkan daging tanpa tulang. Filleting tidak selalu harus dilakukan. Proses ini hanya dilakukan jika produk ikan yang dikehendaki berupa sayatan yang bebas tulang.
    a. Filleting ikan ukuran sedang
-  kan diletakkan di atas talenan. Kepala ikan menghadap ke kanan dan perut menghadap ke arah pekerja (jika pekerja bukan kidal). Bagian bawah insang diiris melintang sampai menyentuh tulang belakang.
-  Daging diiris dari arah sayatan tadi mengarah ke ekor. Mata pisau diusahakan menyentuh tulang belakang, tapi tidak sampai melukainya.
-    Ikan dibalikkan, dan prosedur b di atas diulangi. Irisan yang diperoleh disebut fillet.
-    Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.
    b. Filleting ikan ukuran besar
-    Ikan diletakkan di atas talenan. Perut menghadap ke atas, dan kepala mengarah ke kanan. Kepala dipotong mengikuti alur tulang rahang.
-    Ikan disayat dari arah kepala menuju ekor seperti gambar dibawah ini. Mata pisau harus menyentuh tulang belakang tanpa melukai tulang tersebut.
-    Ikan dibalik, sehingga kepala menghadap ke kiri. Kemudian dilakukan penyayatan seperti No. b diatas. Irisan daging yang diperoleh disebut fillet.
-    Jika perlu, tulang rusuk pada fillet dapat diiris dan dibuang.
5) Pengeringan
     a. Pengeringan ikan ukuran kecil
Ikan ukuran kecil dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 7%. Selama penjemuran atau pengeringan, ikan perlu dibalik-balik sehingga pengeringan lebih cepat dan merata.
      b. Pengeringan ikan ukuran sedang dan besar
-    Ikan yang telah dibelah, atau fillet dijemur di bawah sinar matahari, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 7%.


Khusus untuk ikan atau fillet yang cukup besar, pengeringan dilakukan dengan berbagai cara:
-    Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergantung.
-    Bahan dijemur atau dikeringkan dalam posisi tergeletak di atas tampah atau rak pengering.
-    Bahan dijepit dengan anyaman kawat tahan karat agar diperoleh produk kering yang datarnya permukaanya.
-    Penyimpanannya. Ikan atau fillet yang benar-benar kering dapat dikemas di dalam kantong plastik, kemudian si-seal dengan rapat.
-    Daging yang kurang kering (kadar air di atas 8%) tidak dapat dikemas di dalam wadah yang tertutup rapat.

SUMBER:
http://www.ristek.go.id
Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat


Selasa, 13 November 2018

JENIS IKAN GURAME










Pendahuluan

     Varietas, gurame dibagi menjadi 2 jenis, yaitu gurame putih dan gurame merah. Ciri-ciri gurame putih secara umum ditandai dengan sisik tubuhnya berwarna putih keperakan, sedangkan varietas merah ditandai dengan warna sisiknya yang merah kecoklatan.
   Jenis gurame varietas putih yang telah dibudidayakan dan sudah dikenal masyarakat, diantaranya gurame jepun, porselen, blausafir, paris dan bastar. Sedangkan varietas merah diantaranya adalah gurame angsa dan gurame Purwokerto. Bagi orang awam, sulit membedakan jenis-jenis gurame tersebut. Namun, tidak demikian halnya bagi para pembudidaya gurame yang telah ahli.








Jenis dan Keunggulan Gurame


a.    Gurame Angsa atau Soang
      Tubuh berwarna putih abu-abu dan bersisik besar. Ukuran tubuh lebih besar dan panjang dibanding jenis lain. Panjang tubuh maksimum 65 cm. Bila dipelihara dengan baik, bobotnya mencapai 2-8 kg/ekor. Pertumbuhan pesat. Telur yang dihasilkan induk betina lebih banyak.

b.    Gurame Purwokerto
      Warna tubuh hitam keabu-abuan. Bobot dan panjang tubuh hampir sama dengan gurame soang. Ciri-ciri yang menonjol adalah pertumbuhannya yang lebih cepat dibanding gurame jenis lainnya.

c.    Gurame Jepun
Warna putih keabu-abuan dan kemerahan. Sisiknya tidak terlalu besar. Berat mencapai 3,5 kg/ekor. Tubuhnya lebih pendek dari jenis lain, maksimum 45 cm.

d.    Gurame Porselen
Tubuh umumnya berwarna keperakan dan merah muda (cerah) dengan ukuran kepala relatif kecil. Gurame porselen mempunyai kemampuan menghasilkan telur yang banyak sehingga baik untuk kegiatan pembenihan. Telur yang dihasilkan mencapai 10.000 butir/ekor induk. Dibanding dengan jenis lain yang hanya mampu menghasilkan telur sekitar 2.000-3.000 butir telur/ekor induk untuk berat tubuh induk yang sama. Berat induk 1,5-2 kg. Gurame porselen paling banyak banyak diminati pembenih gurame sebagai gurame pilihan indukan.
e.    Gurame Bluesafir
Warna cerah. Ikan yang telah menjadi induk memiliki panjang mencapai 35 cm. Berat 4 kg/ekor. Jenis ini mampu menghasilkan telur mencapai 5.000 butir per induk.

f.    Gurame Paris
Tubuh berwarna cerah dengan sisik agak halus. Ukuran tubuh lebih kecil dibanding dengan jenis lain. Kemampuannya menghasilkan telur sekitar 5.000-7.000 butir per induk.


g.    Gurame Bastar
Induk gurame bastar, lebih dikenal oleh para pembudidaya sebagai gurame pedaging. Mempunyai sisik besar dengan warna agak kehitaman. Kepala berwarna putih polos. Oleh karena keunggulannya tersebut, gurame jenis ini dikenal masyarakat sebagai gurame pilihan.

Selasa, 06 November 2018



BUDIDAYA PAKAN ALAMI (ROTIFERA)

Rotifera adalah zooplankton yang biasa digunakan untuk pakan alami ikan, terutama untuk larva ikan yang ukurannya sangat kecil, seperti pada larva ikan malas (ikan betutu). Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.
 Hasil gambar untuk rotifera sp
Gambar 1. Rotifera

Budidaya zooplankton, dalam hal ini Rotifera, merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan. Atau sebagian Chlorella sp. dipanen dan dipindahkan ke wadah budidaya Rotifera.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi pakan berupa ragi roti pada Rotifera. Berdasarkan penelitian–penelitian yang sudah dilakukan, ternyata Rotifera yang diberi pakan ragi roti dapat menghasilkan populasi sepuluh kali dibandingkan dengan yang diberi fitoplankton. Kedua cara budidaya di atas dapat dilakukan, sebab Rotifera termasuk zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu cara makannya dengan menyaring partikel makanan dari media tempat hidupnya.
Beberapa persyaratan lingkungan yang diperlukan Rotifera, antara lain suhu media tidak terlalu tinggi, yang baik sedikit di bawah suhu optimum. Suhu optimum untuk Rotifera Brachionus sp. adalah 25oC, walaupun dapat hidup pada suhu 15–31oC. Selanjutnya pH air di atas 6,6 di alam, namun pada kondisi budidaya biasanya 7,5; ammonia harus lebih kecil dari 1 ppm; oksigen terlarut >1,2 ppm.
Untuk cara budidaya dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakan Rotifera, maka prosedur penyiapan wadah dan media sama seperti pada budidaya Chlorella sp. Wadah budidaya Rotifera dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada saat kepadatan Chlorella sp. mencapai puncak maka dilakukan inokulasi Rotifera; dan sehari (sesaat) sebelumnya pemupukan ulang perlu dilakukan. Tujuannya adalah agar supaya Chlorella sp. segera mendapatkan mineral sebelum populasi fitoplankton kekurangan mineral.


  

Gambar 2. Wadah Budidaya Rotifera

Cara di atas menggunakan wadah budidaya Rotifera yang sama dengan wadah budidaya Chlorella sp. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu dengan adanya pemupukan ulang maka hal ini akan menyebabkan kualitas air kurang baik untuk Rotifera. Cara yang lebih baik adalah dengan membudidayakan Rotifera pada wadah terpisah, dan fitoplankton serta medianya dipanen dari wadah fitoplankton dan dimasukkan ke wadah budidaya Rotifera setiap hari.
Kegiatan pertama untuk budidaya Rotifera adalah menyiapkan wadah yang bersih dan sudah disanitasi. Adapun cara penyiapan wadah dan air untuk budidaya Rotifera ini sama dengan persiapan dan air padabudidaya Chlorella. Jika populasi fitoplankton sudah mencapai puncak maka sebagian fitoplankton bersama media dipindahkan ke wadah Rotifera. Wadah fitoplankton yang sudah berkurang volume airnya, biasanya ditambahkan 50% kembali air tawar, lalu dipupuk ulang.
Penambahan fitoplankton ke wadah Rotifera dilakukan setiap hari. Penambahan dilakukan sampai hari ke 4 dan biasanya pada hari ke 5 panen Rotifera dapat dilakukan. Pada pemindahan Chlorella sp. perlu digunakan saringan berupa kantong penyaring (plankton net) yang lubangnya 100 mm, untuk mencegah kemungkinan terbawanya copepoda, yang nantinya akan memakan Rotifera.
Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakannya diperlukan wadah/bak budidaya Chlorella sp. dan wadah/bak budidaya Rotifera sebanyak 6 : 1 (dalam volume). Artinya untuk menyiapkan makanan Rotifera dalam satu wadah diperlukan 6 wadah fitoplankton. Hal ini dilakukan karena populasi Chlorella sp. harus disediakan setiap hari untuk makanan Rotifera. Populasi Chlorella sp. akan mencapai puncak 5-6 hari, dan Rotifera 2–3 hari. Artinya untuk satu siklus budidaya Rotifera diperlukan tiga kali panen Chlorella sp., supaya budidaya Rotifera berlanjut maka diperlukan wadah Chlorella sp. 2 x 3 wadah, yaitu 6 wadah (volume). Budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakannya umum dilakukan di Panti Benih ikan karena biayanya murah.


SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.


JENIS ALAT TANGKAP IKAN YANG DILARANG PEMERINTAH

Permen Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa penggunaan alat tangkap pukat hela ( trawls ) dan pukat tarik ( seine nets ...